Cinta Semanis Kopi Kerinci

Foto: lifestyle.okezone.com

Hidup terkadang manis, namun sering juga terasa pahit. Ehm... tapi apa jadinya apabila rasa pahit bercampur dengan rasa manis?

Apakah anda penikmat kopi? Seperti apa rasa kopi favorit anda? Berapa takaran gula yang anda gunakan untuk menjadikan kopi itu manis?

Perkenalkan sebelumnya saya bukanlah seorang pecandu kopi yang tahu berbagai rasa tentang kopi. Tidak mampu membedakan kopi yang berkualitas, mana kopi yang tidak beridentitas. Tidak mengerti sejarah kopi dan filosofinya. Bahkan saya belum pernah menonton film “Filosofi Kopi” sampai sekarang sudah muncul sekuelnya. Sampai saat ini setahu saya semua kopi itu rasanya pahit. Se-simpel itu hal yang saya mengerti dari kopi. Tapi kenapa kopi yang rasanya pahit justru banyak penikmatnya. Apa sebenarnya keunggulan dari kopi hingga mereka rela  merasakan pahit untuk kedua kalinya. Mengapa yang kedua? Karena sebenarnya pahitnya kopi merupakan adik tercinta dari pahitnya kehidupan yang sudah lebih dulu merasuk ke dalam jiwa-jiwa seorang manusia. Pernah merasakan pahitnya kehidupan? Sama.

Sebenarnya saya tidak menyukai rasa pahit, namun apa boleh buat terkadang hidup membawa saya terperosok ke lubang pahit yang mau tidak mau suka tidak suka saya harus merasakan rasa pahit tersebut. Banyak orang berpikir bahwa rasa pahit itu selalu menyakitkan,tapi ternyata itu tidak selalu benar. Berawal dari perjalanan KKN saya di Jambi selama dua bulan, akhirnya saya menemukan jawaban dari opini tersebut. Jawaban ini muncul ketika saya sedang bercengkerama bersenda gurau dengan warga sekitar sembari menikmati segelas kopi. Penduduk disini hampir semua atau mayoritas merupakan tipikal orang yang suka minum kopi. Hampir di semua acara selalu disuguhkan minuman kopi sebagai pelepas dahaga. Keadaan seperti ini memaksa saya untuk terbiasa meminum kopi. Ya... memang tidak setiap hari, namun intensitasnya cukup sering.

Hal janggal yang saya rasakan ketika pertama kali meminum kopi disini adalah rasanya sungguh diluar dugaan saya. Kopi yang selama ini saya anggap pahit disini ternyata memiliki rasa yang sangat manis. Saya terbelalak, terkejut, dan terkesima. Sebagai seorang pria belum mapan yang masih single sayapun penasaran, timbul nurani untuk mencari tahu apa bumbu utama kopi ini dan mengapa rasanya bisa sangat berbeda. Ternyata setelah saya mengulik lebih lanjut, selain menyukai kopi penduduk Pentagen (read: Desa KKN saya) ternyata juga sangat menyukai rasa manis. Sehingga dibalik rasa pahit itu diselipkan takaran gula yang lebih dari biasanya, dan yang lebih menakjubkannya lagi rasa pahit itu mampu tertutupi rasa manis tanpa harus menghilangkan identitasnya sebagai kopi.

Ternyata dari meminum segelas kopi saya menyadari bahwa rasa pahit itu tidak harus dihilangkan tetapi dapat ditenggelamkan. Rasa pahit muncul dari persepsi diri, namun ketika rasa itu tertutupi oleh rasa manis maka kita akan lebih mengenang rasa manis tersebut. Jika diibaratkan sebuah rona kehidupan stigma buruk terhadap seseorang dalam bentuk apapun tidak akan bisa hilang karena dia sudah masuk masuk ke dalam catatan sejarah hidup kita. Namun ketika sesorang mencoba menutup stigma buruk tersebut dengan perbuatan baik yang lebih besar seharusnya kita bisa menerimanya layaknya cinta semanis kopi kerinci.

Komentar